Jumat, 19 September 2014

Banku bocor. Bocor!

Pagi temans! How are you feeling this morning? Semoga selalu sehat dan sejahtera! aamiin. Well, sebenarnya saya lagi mau nulis pendahuluan untuk makalah yang terjadwal deadline minggu depan, tapi godaan untuk buka media sosial begitu besarnya hahaha.

Nah, tengok-tengok blog kok ternyata saya udah lama ngga nulis ya huhuhu. Saya jadi kepikiran tentang ban bocor yang saya alami beberapa hari yang lalu. Untungnya sih waktu itu cuma di rumah dan tetangga ada yang bisa nambal ban, jadi ngga begitu repot. Berbeda dengan kejadian ban bocor yang saya alami beberapa saat sebelumnya. Ehmm, mungkin tepatnya beberapa tahun yang lalu waktu saya masih tahun-tahun pertama kuliah S1! haha, udah lama banget!

Waktu itu, saya baru pulang dari kampus dan sudah sempet beli makan siang sama mampir ambil laundry yang banyaaaakk banget! Well, sedikit pencitraan ya, sebenernya saya ngga sering laundry kok. Kebetulan waktu itu lagi banyak agenda di kampus, terkait sama organisasi yang saya ikuti. Jadilah cucian numpuk dan ngga punya waktu hohoho *alesan*

Back to topic, saya inget banget kejadian waktu itu terjadi jam 12 siang, tepat ketika matahari bersinar dengan sangat teriknya. Untungnya si tambal ban juga ngga jauh. Saya dorong-dorong motor, dengan tas laundry segede gaban dan perut kosong. Errrr,, padahal 1 jam setelahnya, saya harus balik ke kampus untuk jaga stand pendaftaran acara lomba yang kami adakan. Belum makan, belum sholat, belum nambal ban. So, untuk menghemat waktu, saya bilang sama tukang tambal bannya kalo nambalnya ditinggal saja dan saya akan kembali 45 menit kemudian. Si mas tambal membolehkan dan berjalanlah saya meninggalkan TKP. Jarak antara tempat tambal dan kos sih sebenernya ngga begitu jauh kalo naik motor, cuma 1 km. Tapi karena saya ngga biasa jalan, perut lapar, panas terik, bawaan banyak, sukseslah saya ngos-ngosan dan lemes. Tapi Alhamdulillah ngga sampai pingsan hihihi.

Singkat cerita, saya ngaso sebentar, minum, makan, sholat, siap-siap kembali ke kampus dengan jalan kaki terlebih dahulu ke tempat tambal ban. 45 menit cukup lah untuk menyelesaikan tambalannya ya?
Tapiiii,, when I arrived at that place, the man had not finished fixing my tire! Errrrr,,
Aku "Lhoh, belum selesai tho mas?" (dengan nada kecewa)
Masnya "Kurang dua lagi mbak."
Aku "Hah? Lha emang bocor berapa?"
Masnya "8 lubang mbak."
Aku "%&Q%#^Q%#Q&#Q^#*^"

Well, aku tambah shocked dong. DELAPAN lubang cuy! DELAPAN. Kalo dtambah dua lubang lagi jadi sepuluh. Kalo tambah tiga, jadi sebelas! Haahahha,, malah berhitung. Dan aku pun feeling sorry for him juga karena harus membuatnya menambal sebanyak itu. Dan setelahnya aku menjadi jahat padanya dengan berkata "Ehmmm mas, kalo lubangnya 8, mending diganti ban baru aja." wkwkwkwkw,, ya gimana dong? Delapan gitu lho! Tapi saya lebihin kok bayarnya, jadi ngga jahat-jahat amat dong ya *another-excuse* Hahahaha. Sekian dan terima kasih.

Sabtu, 23 Agustus 2014

Kartu dan Satpam

Tadi sore, saya nganter mamak belanja kebutuhan sehari-hari yang menipis. Kebetulan banget pas lebaran kemarin dapat voucher belanja di Swalayan Purnama. Berangkatlah kami berdua selepas sholat ashar.

Sampai di swalayan tersebut, kami parkir motor terus lihat-lihat wilayah baju dulu. Niatnya sih mau mencarikan kebaya buat dipakai simbok pas hari spesial saya nanti. Eh ternyata tidak ada. Yang ada cuma kebaya anak-anak muda yang gaul gitu. Masak iya simbok yang sudah lebih 60 tahun disuruh pakai kebaya seperti itu? Ngga kebayang deh. So, akhirnya kami nyari-nyari sesuatu yang bisa kami pakai sendiri xixi. Saya dapat beberapa kerudung, mamak dapat celana, beberapa kerudung, dan beberapa leggings. Not bad. Dan mbaknya membungkus belanjaan kami dalam dua plastik. Terdengar banyak ya karena jadi dua plastik? Padahal nggak kok, I swear!

Selanjutnya, kami pergi ke bagian kebutuhan harian. Pas mamak ambil keranjang belanja, saya nitipin tas-tas plastik tersebut di penitipan barang biar belanjanya nggak rempong. Setelah itu, saya juga ambil keranjang belanja sendiri dong :D Pas belanja tadi, kami bagi tugas supaya cepat selesai dan bisa segera pulang. Sudah sore banget soalnya. Sabun mandi, sabun cuci piring, detergen, odol, shampo, minyak, pembalut, kapas, tisu, masker, lulur, saput bedak, cemilan, citrid acid, de el el de es be sudah masuk di kedua keranjang kami. Selanjutnya, ngantri bayar. Well, ngga begitu antri sih alhamdulillah :)

Nah pas tiba giliran kami bayar, kami langsung naruh dua keranjang di depan mbak kasirnya. Dan untuk hemat waktu, saya pergi sebentar untuk ambil titipan barang. Eh ternyata petugasnya tidak ada; yang ada cuma satpam. Trus saya serahkan kartu yang tadi ada di saku rok ke satpam tersebut. Bapaknya terlihat agak bingung juga. Tapi untungnya saya ingat wujud barang titipan saya. Trus diambilin deh. Setelah bilang "Makasih ya, Pak," saya langsung pergi dan kembali ke bagian kasir. Tapi ternyata ngitungnya belum selesai. Errrrr.

Tidak lama kemudian, saya melihat si bapak satpam tadi berjalan ke arah kami. Terus saya lihat arah penitipan barang. Ternyata si mbak petugas sudah datang, jadi kupikir si satpam bebas tugas dari sana dan bisa membantu mbak kasir packing belanjaan kami ke kardus trus bisa cepat kelar deh. Dan apa? I thought I was right ketika pak satpam mendatangi kami. However, si bapak kok tidak berhenti di samping kerdus *saya kecewa* melainkan di samping saya *eh?* Bapaknya bilang, "Mbak, ini kartu parkir." (Sambil menunjukkan kartu yang tadi saya serahkan untuk ambil barang). *nguk*
Saya "Eh, iya ya Pak? Aduh maaf, jarang belanja disini." (Sambil merogoh saku menahan malu di depan pengantri kasir) "Ini Pak kartu titipannya. Maaf ya." Dan si bapak pun balik badan meninggalkan tempat kejadian memalukan dengan senyum mengejeknya Wkwkwkwkwk

Begitulah, teman-teman. Seharian tadi saya habiskan waktu di rumah, tapi sekalinya pergi ke luar meski cuma sebentar, adaaaa saja kejadian yang 'berkesan.' :p

Jumat, 22 Agustus 2014

Kegalauan ini ternyata tidak nyata!

Well, tulisan yang mau saya tulis ini mungkin sudah diketahui oleh beberapa teman yang sering berinteraksi sama saya. Tapi tak apalah. Tujuannya kan biar yang tau kisah saya semakin banyak. Biar makin terkenal gitu. Siapa tau nanti berguna kalo ada program Endang for RI1 2019 haha! *devil*

Anyway, here goes the story which happened in Ramadhan several years ago. Waktu itu saya dan teman saya JJS a.k.a jalan-jalan sore di Malioboro Mall. FYI, waktu itu saya masih muda ya, jadi ala-ala anak gaul gitu kan, ngabuburitnya di mall. Ehmm, untuk ukuran zaman itu, hal tersebut tetep masuk kategori gaul meskipun ngga kena sindrom cabe-cabean. Ya gimana, zaman segitu mah sindrom itu belum muncul! *irrelevant*

Back to topic, waktu kami masuk Malioboro Mall, niatnya sih kami mau cuci mata lihat sepatu dan baju, eh tapi malah justru dengar suara anak kecil nangis. Errrrr. Tapi bukaaaan, bukan hantu! Suara itu ada sumbernya kok. Ada seorang anak kecil bule, berdiri sendirian dan nangis. Usianya mungkin 5 tahunan? Well, orang-orang di sekitar cuma ngelihatin aja sambil lewat. Mungkin mau nyapa tapi terkendala bahasa kali ya?  Mungkin lho yaaaa.

Nah, kami observasi dulu nih, apakah di sekitarnya ada tampang-tampang bule yang mungkin jadi bapak emaknya. Ternyata nihil. Ish ish ish. Jadilah saya merasa memiliki tanggung jawab moral selaku mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Inggris untuk mencoba mengajak komunikasi. Who knows kalo si anak ini adalah native English kan. So, saya membuat keputusan untuk kabur! Iya! Saya melarikan diri dari tempat sepatu dan pindah ke arah anak itu. Hehehe. Keren kan? I know. Im also so proud of myself *ehm*

I came closer to him and asked, "Hey whats up? Why are you crying?" Dan terima kasih Allah, he spoke English!
Him "I lost my mom." (Sobbing)
Dan I swear, saya melihat secercah harapan terpancar dari matanya sesaat setelah saya ajak bicara *terharu*
Me "Oh Im sorry. *muka prihatin* Ehmm, dont worry though. Just stay here and I'll contact the security. Okay?"
Dia mengangguk, trus saya cari satpam deh.

Satpam ngasih saran untuk pergi ke bagian informasi. Trus disana, saya bikin pengumuman dalam dua bahasa yang intinya ada anak bule yang ilang dari ibuknya dan sekarang lagi sama saya. Yang merasa kehilangan, silakan datang di Jco Malioboro Mall. Nah setelah itu, kami ngajakin si bule kecil, saya ngga inget namanya hiks, ke Jco.

Setelah pilih-pilih donat, dia makan, kami perhatiin aja karena belum buka puasa. Perut saya (dan teman saya juga kayaknya) sedikit berontak, tapi kami baik-baik saja. Kami rapopo! Sampai akhirnya ada ibuk bule yang datang sambil menangis dan langsung memeluk anaknya itu. Awww, so touching. Trus akhirnya kami ngobrol sebentar dan kami pamitan karena mau nyari makan buat buka puasa kan. Nah, pas kami mau pergi itu, si ibuk bule bilang "Wait a second. I have something." Trus dia ambil sesuatu dari tasnya. Dan apakah teman-teman memikirkan hal yang sama dengan yang saya pikirkan waktu itu? Yes yes. She was about to give me money! Awww, so sweet! Hahahaa..

Tapi guess what, saya jadi galau. Lha gimana? Dari SD sampe SMA saya dapet pelajaran PPKN yang intinya kalo bantuin orang itu jangan pamrih, jangan mengharap imbalan. Jadi gimana dong? Kalo diambil, takut menciderai prinsip PPKN itu *tsaaahhh* Kalau nggak diambil ya sayang. Bisa buat beli baju baru pas lebaran. *eh*

Dan apakah kalian tau apa yang terjadi setelahnya? Well, pretty sad. Sebelum saya sempat memutuskan apakah menerima atau menolak, saya pun terbangun. Sekian.

Mau minum apa, Mbak?

Rabu malam yang lalu, saya dan teman saya, mbak Tatik, kencan berdua. Well, sebenarnya cuma keluar cari makan saja sih. Kami mau mencicipi Mie Lethek di Ringroad utara. Selain itu, saya kan juga lagi ikut kompetisi ide bisnis, dan kebetulan idenya ada kemiripan sama Mie Lethek ini. Jadi, sekalian observasi "threat" gitu xoxo.

Singkat cerita, kami sampai di lokasi resto setelah terjebak macet lumayan panjang di Jalan Gejayan dan kesasar sejauh 100 meter (kesasar is my middle name, by the way :p). Sewaktu datang, kami memperhatikan beberapa hal: semua pelayannya adalah bapak-bapak usia setengah baya dan memakai blangkon, pembelinya menengah ke atas krn ada banyak mobil, dan harga menunya juga ngga begitu masuk kategori makanan harian kami xixi.

Saya memilih menu plecing godog dan mbak Tatik memilih mie godog. Untuk minumnya, mbak Tatik memilih wedang jahe karena dia kedinginan. Sementara saya? Masih mikir-mikir sembari tanya ke bapak berblangkon "Wedang jahenya ini panas ya, Pak?"
Bapaknya "Iya mbak. Biar anget."
Saya "Nggak bisa gitu dikasih es?"
Bapaknya "Cuma panas aja e mbak."
Saya "Kalo wedang uwuh, itu yang banyak daun-daun kering yang dari Imogiri itu kan? Sama?"
Bapaknya "Iya mbak. Sama. Panas juga."
Saya "Kalo wedang secang, pak?"
Bapaknya "Itu warnanya merah mbak."
Saya "Oh ini dibuat dari daun secang itu kah? Kayak pernah dengar."
Bapaknya "Betul sekali mbak."
Saya "Ehmmm, kalo gitu saya pesan es jeruk pak!"
Bapaknya "*&??":$^$&$!"

Sabtu, 16 Agustus 2014

Cerita Wisudaku: Part 2

Yap. Seperti yang sudah saya katakan pada Cerita Wisudaku: Part 1, saya akan menuliskan kelanjutan kisah wisuda saya di tulisan lain. And here it is! Sembari menyela kegiatan menyapu pagi, wkwkkw. Saya pikir saya terkena gangguan nomophobia (i.e. tidakbisa lepas dari gadget) ckckckc.

Kisah yg ini akan menjadi sedih dan miris, tidak seperti Part 1 yang, well, terdengar konyol. Jadi ceritanya pas acara wisuda di GSP sudah selesai, saya sms mamak untuk bertanya lokasi mereka (bapak mamak) ada dimana. Dan mamak langsung telp. As always, sms dibalas telpon. Kelihatan kan mana yang sudah sukses dan mana yang masih prihatin wkwkwkw :p Mamak bilang ada di selatan tenda penukaran snack. So, cus saya kesana dan ketemu! Mamak pakai kebaya putih kombinasi hijau kekuningan dan bapak pakai batik ungu (yang dulu saya belikan, pakai voucher dari bank wkwkwk). Semacam terdengar tidak matching ya? Emang! Tapi tak apa. They still looked great together!

When I came to them, I saw mom was crying. Touched by graduation? I dont think so, karena wisuda kali ini tanpa prestasi. Ternyata apa? Mamak baru dapat telpon dari pakde tertua kedua dari bapak kalo pakde tertua pertama dari bapak baru saja meninggal. Deg. Innalilahi wa inna ilaihi rojiun. FYI, pakde memang sudah lama opname di Rumah Sakit. Semoga Allah mengampuni segala dosanya dan menerima segala amal kebaikannya. Aamiin. Tolong kirim Al Fatehah ya, temans. Terima kasih :)

Well, sempet bingung juga harus gimana. Happy and sad at the same time. Akhirnya kami memutuskan untuk tidak melanjutkan acara wisudanya. Maksud saya, bapak dan mamak pulang, dan tidak ikut wisuda fakultas. Tapi kami masih menyempatkan foto bareng dulu. Yap. Foto di salah satu stand yang ada di depan GSP.

Mbak-mbaknya menawarkan harga 150rb untuk 3 foto. Nawarlah si bapak. FYI, bapak has better skill in bargaining than mamak does. Terjemahannya adalah: bapak lebih ngeyel dan keukeuh daripada mamak :p. Setelah penawaran alot karena mbaknya bilang "Semua harganya sama, Pak. Bisa dicek," akhirnya kami berhasil mendapatkan haga 125rb untuk 4 foto. dan mbaknya berbisik, "Tapi jangan bilang2 sama temen2 lainnya ya, mbak?" Sounds cool, huh? Well, not bad. Pelajaran pertama: jangan langsung manut pada penyedia jasa, perjuangkan hak kalian untuk dapat harga terbaik! Selanjutnya, kami dijepret jepret jepret jepret (4x kan tuh? Heheh). Eh tapi sakjane dijepretnya 8 kali ding, karena setiap pose selalu dijepret ulang dengan tablet saya hoho.

Setelah itu, bapak mamak pulang dan saya antar sampai parkiran karena memang jalannya searah dg jalan ke fakultas. Selanjutnya? I was left alone. Sedih :( Lalu saya lihat ada Siti, one of my best bullying friend, bersama bapak ibuknya yang juga jalan menuju fakultas. Refleks, saya kejar mereka dan mengatakan pada ibuknya "Buk, saya diadopsi sementara ya? Bapak mamak saya barusan pulang karena pakde meninggal. Huhuhu." Dan well, they (reluctantly?) accepted me as a temporary adopted child hehhe.

Trus saya tanya apakah mereka sudah foto. Siti bilang sudah. Saya tanya lagi dapat harga berapa. Dia bilang dapat harga 100rb untuk 4 jepretan. Nguk! Pelajaran nomer 2: jangan kepedean dan menganggap penawaranmu adalah yang terbaik! Errrrr.

Sampai di fakultas, kami sempat foto-foto dengan beberapa teman yang menyempatkan datang untuk sekedar mengucapkan selamat. Selanjutnya, acara di fakultas dimulai dan kami harus melepas toga. Lepas lepas lepas. Tapi saya ngga punya plastik untuk membawa toga dan tetek bengeknya serta ijazah, sehingga saya pun menyamperi petugas catering untuk minta plastik. Setelah itu, saya dan teman-teman masuk dan diminta untuk duduk di depan. Saya perhatikan mereka, tidak ada satupun yang membawa tentengan plastik besar seperti saya. Betapa tidak, keluarganya pastilah sudah membawakan semua itu untuk mereka. Sementara saya? Sedih banget :( Akhirnya saya titipkan tas plastik besar itu ke suami mbak Novi, salah satu teman wisuda saya *nangis* Thank you suaminya mbak Novi :)

Kemirisan belum berakhir sampai disitu, teman. Setelah acara selesai, saya dibingungkan dengan pertanyaan "Kamu mau pulang naik apa, Ndum?" Secara tadi pagi kan datangnya naik taksi dan niatnya pulangnya dianter bapak mamak sampai kos. Well, (calon) adek ipar saya, Lupi, did come and brought me a bunch of flower. Thank you, honey :* Dia juga nunggu sampai acara di fakultas selesai (entah so sweet atau karena pengen makan es krim? *peace*), tapiiiii dia datang membawa sepeda saja, teman! Iya, sepeda! Kenapa? Karena dia sedang diet (niatnya?). Duh. Akhirnya, saya minta tolong Siti untuk nganterin. Dan thank Allah, dia mau. Thanks a lot, Siti! :*

Sekian kisah wisuda saya yang "berkesan" ini. Terima kasih sudah membaca dan bersimpati haha.

Cerita Wisudaku: Part 1

Wisudaku yang kedua, yaitu pada level pascasarjana, dilaksanakan tanggal 14 Agustus 2014 di Grha Sabha Pramana UGM. Nah, persiapan wisuda kali ini tidak serempong waktu wisuda sarjana dulu. Entah kenapa, perasaannya biasa saja. Apa karena tidak cumlaude? Atau karena tidak disuruh pidato? Wkwkwk,, entahlah.

So, persiapan wisuda kali ini semuanya dilakukan serba apa adanya dan tidak begitu well-planned. Tapi alhamdulillah sempet juga bikin satu long dress, yang harus bolak/balik divermak karena tidak sesuai harapan. Yang aku suka dari dress nya adalah lingkaran bawah roknya sangat lebar namun kainnya tetap jatuh. Suka dengan jatuhnya. Tapiiiii,, pas gladi resik wisudanya, saya baru ngeh kalo pas dipanggil untuk ngambil ijazah dari tangan pak Dekan itu ada adegan naik tangga dan kemudian turun lagi. Seketika itu juga, saya jadi kena serangan parno -parno kalo kesrimpet atau kesandung dan jatuh di depan para akademisi. Kan bisa malu tujuh turunan kalo sampe itu terjadi! Akhirnya rencana antisipasinya adalah dengan "mencincingkan" (mengangkat) roknya.

Saat hari H, saya berangkat bersama dua sahabat saya, Siska dan Dewi, naik taksi dari salon. Kami sampai di GSP pukul 6 lebih, disuruhnya sih pukul 6, tapi ternyata masuknya pukul 7 lebih errrrr. Padahal saya sudah bangun dan mandi dari jam 3 demi supaya tidak telat! Minum susu pun tak sempat *nangis*

Well, kami semua sudah berada di dalam gedung pada pukul 7.30. Acara dimulai pukul 8 tet. Nothing special disini. Saya dan teman-teman malah ngobrol satu sama lain dan selfie-selfie gitu. Sampai akhirnya, tiba saat giliran fakultas kami dipanggil untuk mengambil ijazah. Dalam hati mulai deg-deg-an dan berdoa "Ya Allah, lancarkan lancarkan. Izinkan saya untuk tidak mempermalukan diri sendiri. Izinkan saya untuk tidak kesrimpet. Aamiin." Akhirnya, Endang Setyowati dipanggil. Jalan pelan-pelan naik tangga panggung, sambil mencincingkan rok lebar saya. Salaman sama pak dekan. Senyum kaku. Jalan pelan-pelan turun tangga sambil kembali mencincingkan rok. Daaaaaannnnnn apa yang terjadi?? Saya tiba kembali di kursi duduk nomer 18 dengan selamat! Yey! Hahahahaha.. jadi Alhamdulillah yang pertama kali saya ucapkan adalah krn Allah tidak membiarkan saya kesrimpet dan jatuh :p Legaaaaaa. Saya berhasil menjaga nama baik diri sendiri, keluarga, dan jurusan :D

Selanjutnya, ada kisah sedih yang terjadi sebelum acara berlanjut di fakultas. Tapi saya tulis nanti di posting lain saja. Supaya tidak kepanjangan disini. See you later!

Selasa, 12 Agustus 2014

Aku Dapat Bunga! Tapiiii,,

Pagi-pagi sudah cantik dan wangi, dan sudah ada di dalam Grha Sabha Pramana (GSP) UGM untuk gladi bersih wisuda. Yey! Saya mau wisuda, ikut yang periode 14 Agustus 2014.

Nah, karena suasananya tentang wisuda, saya jadi inget sebuah kejadian pas wisuda S1, sekitar 3 tahun yang lalu (27 September 2011 kalo tidak salah).

Waktu itu, saya berangkatnya diantar teman dari kos dan orangtua saya berangkat dari rumah. Kami janjian untuk ketemuan di stand foto *ehem* mantan saya dulu. Jam 6.30 saya sudah datang. Foto-foto dulu. Gratis. Sepuasnya haha! Nah, ngga lama setelah itu, orangtua saya datang. Pertama saya lihat mamak, yang datang dengan kebaya kuning cantik, dengan make-up harian (seperti saat pergi ke kantor). Mamak datang membawa bunga, dengan mata berkaca-kaca (huhuhu, pagi-pagi udah terharu), dan berkata "Anakku endi anakku endi?" Trus saya jadi pengen nangis waktu itu, tapi saya becandain aja. Lha gimana, bisa-bisa muka cantik saya (karena make-up) jadi luntur! Kan ngga asoy geboy! Saya bilang "Halah, isuk-isuk kok mpun nangis. Nangis ki mangke pas kulo pidato. Huu."

Mamak jadi ketawa setelah itu. Trus dia ngasih bunga ke saya. Saya kaget juga. Kok tumben ada bunga segala. Romantis amat? Saya tanya deh "Lhah, kok tumben kembang-kembangan barang?"
Mamak jawab, "Iyo, mau ki tak pikir diwei gratis, jebule mbayar! Wes kebacut."

Tepokjidatdulu!

Kaos Kaki

Nambah kisah ah!
Cerita yang akan saya bagi ini terjadi kemaren sore pas saya pulang dari Elizabeth, membeli clutch untuk kondangan. Keluar dari toko tersebut, saya mampir sejenak di penjual kaos kaki yang mangkal di trotoar di dekatnya. Singkat cerita, saya membeli 6 kaos kaki: harganya ada yang 7 ribuan, 8 ribuan dan 9 ribuan. Setelah memilih, saya meminta diskon. Biasa, sebagai calon ibu yang baik dan benar, saya harus punya skill tawar menawar dong :p Sama bapaknya dikasi diskon 500 per item untuk yang harga 9 ribuan, tapi yang lain ngga bisa diturunin lagi. Harga pas katanya. Huufff. Mikir-mikir lagi gimana cara nawarnya, tapi mentog wkwkw. Akhirnya saya iya-in deh penawaran bapaknya.

Setelah itu, bapaknya menghitung-hitung total uangnya. Terlihat ribeeeet sekali. Akhirnya saya punya celah untuk menawar lagi.
"Udah pak, daripada ribet seperti itu, mendingan ini (nunjuk 3 kaos kaki seharga 7 ribuan) dihitung 21rb saja. Trus ini (nunjuk 1 kaos kaki 8rb dan 2 kaos kaki 9rb) dihitung 24rb. Jadi satunya dhitung 8rb. Totalnya 35rb. Kan praktis tho?"

Bapaknya mikir sejenak, trus menyerah "Iya deh mbak, ngga apa2."

Yey! Berhasil *Im so proud of myself* Trus saya ambil uang 50ribu, dan dikasih kembalian 15ribu sama bapaknya. Setelah itu saya langsung pulang.

Tapiiiiii,, pas sudah sampe gang menuju kos, saya tiba-tiba jadi kepikiran. "35rb dibagi 6 kan 6 ribu an kurang ya? Kok bs jdi murah banget? Bukannya tadi harganya 7rb an dan 8rb an" Saya hitung lagi deh "Ehmmm, 21 tambah 24 kan 45!!!!! Bukan 35 tapi 45!!!" *plaaaakkk* Mau balik lagi tapi males, kalo ngga balik kasian bapaknya. Hiks hiks. Akhirnya I decided to come back there the next afternoon. Daaaaannn, by the time I wrote this story, saya baru saja pulang dari nyaur utang ke bapaknya lho! Xoxoxo

Selasa, 05 Agustus 2014

Lampu Lalu Lintas Kanan vs Kiri

Halooo! Permisi nulis kisah lagi ya. Kali ini tentang kejadian yang 15 menit lalu kualami. Nulisnya sembari nunggu motor di servis nih xoxo.

Ceritanya saya baru dari Baciro, kantor mamak-nda tersayang untuk ngambil barang. Tujuan selanjutnya Yamaha Service Center Jalan Gejayan, so saya memilih untuk ambil lajur kanan dari lampu merah UKDW dan langsung tembus jalan Solo untuk lurus ke Gejayan. Nah, seperti biasa, di lampu merah yg tembusan jalan Solo itu macet. Merambat sedikit demi sedikit akhirnya sampai depan. Tapiiii pas sudah di depan, malah lampu ijonya ganti jadi merah. Duh! Akhirnya nunggulah berdetik-detik sebelum melanjutkan perjalanan lurus. Saya perhatikan detik demi detik berganti di lampu merah sebelah kanan. Mulai 57, 56, 55, 54... 3, 2, 1, hijau! Akhirnya gas lah saya.

Tapiiiii, mata saya sempat memandang lampu merah sebelah kiri dan sialnya masih merah! Oh noooo! Sempet bingung juga tadi. Dan baru ngeh kalo untuk lurus kan harusnya lihat yang kiri *jambakrambut* Akhirnya karena malu kalo berhenti setelah nge-gas dan jalan ke depan 3 meter, saya memutuskan untuk belok kiri sambil harap-harap cemas apakah polisi yang berjaga akan mengejar saya. Alhamdulillah nya tidaaaakkk. Selamat! Hahahaha. Trus saya belok di sebelah XXI dan berputaaaaar untuk melewati lampu merah yang sama! Merambat-rambat lagi untuk sampai depan. #self-toyor

Senin, 04 Agustus 2014

Puisiku: Jarak

Being in a long distance relationship is really a challenge. Thus, I wrote this poem about that.


Jarak.
Apa arti jarak?
Apakah lahir atau batin?
Jika lahir,
Bukankah kita berada di tempat yg sama?
BumiNya.
Ya, kita sama-sama masih ada di bumiNya.
Jika batin,
Bukankah rasa kita selalu terpaut?
Iya, lewat lantunan doa dalam sujud dan simpuh kita di hadapNya.
Jadi,
Apa itu jarak?
Jika ada kamu, aku, dan Dia.
Kamu dan aku tak berjarak karenaNya.

Puisiku: Rindu

Saat mata ini rindu memandang,
Bukankah sebenarnya mereka sedang merindui Dia?
Sebab Dia yg ciptakan pandangan yg sedang dirindu.
Saat telinga ini rindu mendengar,
Bukankah sebenarnya mereka sedang merindui Dia?
Sebab Dia yg ciptakan suara yg sedang dirindu.
Saat hati ini rindu merasa,
Bukankah sebenarnya ia sedang merindui Dia?
Sebab Dia yg ciptakan perasaan yg sedang dirindu.
Sungguh mengherankan.
Dia yg sebenarnya dirindu tapi tak dirindu.
Padahal yg dirindu,
Tak mungkin ada jika Dia tak cipta.

Ada Lelayu

Alkisah, saya baru pulang ke rumah dari kos. Saat sampai, baru selesai mengucap salam dan dijawab sama mamak, trus mamak lanjut nyeletuk
"Aku kesripahan." (Raut wajah serius).
Aku "Hah, sinten?"
Mamak "Grameh! Mbok 8 wae ono." (Nyengir) "Saiki wes tak resiki trus tak simpen nang kulkas."
Aku "!!???@$###???"

Dalam Bahasa Indonesia, percakapan tersebut menjadi
Mamak "Ada berita lelayu." (Serius)
Aku "Hah, siapa?"
Mamak "Gurameh. Ada 8 an yang mati." (Nyengir) "Sekarang sudah dibersihin dan ditaruh kulkas."
Aku "!!???@$###???"

The First Poem

Setelah berkali-kali merengek-rengek minta dibuatkan puisi, dan ngga dibikinin dg alasan "Bikin puisi kan butuh momen, butuh inspirasi." Nguk. Akhirnya dibikinin. Yey! Momennya adalah pas dia di kereta, mau berangkat ke Jakarta sebelum terbang ke Jepang, negeri Sakura.

Sore itu, aku berpamitan tanpa air mata.
Kukira akan berat.
Sungguh...
Tapi tidak.
Karena Allah membisikiku sebuah rahasia.
Yang hanya akan kubagi denganmu saja.
Dia bilang "Senyummu seindah sakura".
Ya, sakura!
Sesungguhnya Allah bersama kita.
Bilapun, dia bentangkan ribuan mil jarak antara aku dan kamu,
DIA akan antarkan senyummu lewat sakura.

Speechless sekali pas baca. Merinding jelas. Nangis pun iya. Indah sekali bukan? Indah sekali. Untukku khususnya.

I Need My Voice Back!

Beberapa waktu yang lalu, usai ngajar di LP3I, suaraku ngga mau keluar dengan maksimal. Diawali dengan serak dan rasa sakit di tenggorokan, sampai akhirnya bener2 harus mengeluarkan begitu banyak usaha hanya untuk mengeluarkan suara yg tidak keras dan tidak merdu. Ehmmmmm..
Bagi saya, ini adalah suatu hal yang suliiiiit sekali. Mengapa?

1. Karena saya seorang pengajar yang mengampu mata kuliah English Conversation.
Hal ini berarti saya harus aktif di kelas, baik aktif bicara maupun bergerak. Ditambah lagi, mahasiswa2 saya itu orangnya lumayan ribut.. jadi, dengan suara seperti ini, mungkin saya bisa pingsan kalau nekad masuk kelas. Ya. Akhirnya tadi pagi, saya minta teman saya untuk menggantikan saya mengajar.

2. Karena saya adalah seorang wanita sejati (red: cerewet)
Well, tau lah apa modal utama untuk seseorang yang cerewet (kadang2 super cerewet)? Tdk lain dan tdk bukan adalah SUARA! Simple kan? Hanya suara. Nah, . kalau lagi ngga bisa bersuara seperti ini, apalah jadi saya nih? Tersiksa! Huhhuhu
Ditambah lagi, saya ni hobi menyanyi (kalau tdk bisa dibilang merusak lagu). Modalnya apa untuk melakukan hobi menyenangkan (buat saya thok sih, krn buat orang lain ini menyebalkan!) ini? Lagi-lagi, SUARA! Lengkap sudah. Ehmmm ijinkan saya tepok jidat dulu ya..

Dari situ saya jd berpikir, selama 24 tahun 8 bulan dan 5 hari saya dikasi nikmat suara normal sama Sang Khaliq, apa pernah saya syukuri? Ehhhmmm,, hardly yes huhuhu.. yang ada selama ini adalah "I wish I had such voice!" Ketika mendengar mbak saya, Christina Aguilera, menyanyi. Ekspresi sederhana kan? Tapi kalau direnung sebentar, bukankah itu ternyata wujud ketidak-sukuran juga? #manggut2. Astaghfirullah.

Baru kerasa di masa2 kayak gini nih, kalau ternyata, nikmat suara normal aja adalah suatu nikmat yang besaaaarrrr, terlepas dari bagus tdknya suara saat bernyanyi.. yah. Manusia. Sering bgt ber-I wish I wish. Utamanya saya sih Hehehee.. Untuk kasus ini, kalau kata om-om keren Westlife di lirik lagunya "You'll never miss the water until it's gone." Kita ngga akan ngerasa sesuatu itu berharga sampai kita kehilangannya. Nah kalau ditarik ke hal-hal yang lebih besar, kurang lebih jadinya: jangan terlalu sering liat ke atas sampai2 ngerasa "miskin" dan tdk sadar sama "kekayaan" diri, dan jangan sampe baru sadar tentang kekayaan diri setelah kekayaan itu justru hilang. Kekayaan itu luas sekali maknanya. Bisa jadi teman2 yang sayang sama kita, atau keluarga, atau apapun itu deh #mentog!

Sekian.

Rembulan Tenggelam di Wajahmu - Tere Liye

Ada yang sedang mempertanyakan takdir? Ada yang sedang merasa hidup ini tidak adil? Ada yang sedang merasa jenuh dan lelah pada hidupnya? Saya tau obatnya! Baca novel ini Rembulan Tenggelam di Wajahmu karya Tere Liye. Saya bukan promosi lho, wong ngga dapat komisi apa-apa juga. Tapi saya terbantu sekali menjawab pertanyaan tentang takdir haha!

Buat saya pribadi, ini novel luaaaaaaaaaaar biasa! Sekali lagi, sangat cocok untuk orang-orang yg sedang mempertanyakan takdir. Ya. Hal yg masih kadang (kalau tdk bisa dibilang sering) aku lakukan.

Ada banyak sekali nasihat dan nilai yang bisa diambil dari kisah, meski fiktif tentunya, yang disuguhkan di dalamnya. Diantaranya:

"... semoga langit berbaik hati memberitahu. Kalau pun tidak, begitulah kehidupan. Ada yang kita tahu. Ada pula yang tdk kita tahu. Yakinlah, dg ketidak-tauan itu, bukan berarti Tuhan berbuat jahat kepada kita. Mungkin saja Tuhan sengaja melindungi kita dari tahu itu sendiri."

"Seseorang yang memiliki tujuan hidup, maka baginya tidak akan ada pertanyaan tentang kenapa Tuhan selalu mengambil sesuatu yang menyenangkan darinya, kenapa dia harus dilemparkan lagi ke kesedihan. Baginya semua proses yang dialami, menyakitkan atau menyenangkan, semuanya untuk menjemput tujuan itu. Dan dia bertekad menjemput akhir sambil tersenyum..."

Luar biasa bukan? :)

Bepergian di Hari Selasa Bawa Sial: Myth or Fact?

Pagi ini saya mau nulis tentang kisah good & bad luck yg saya dan teman saya alami dalam perjalanan menuju Madura beberapa bulan yang lalu.

Saya, mba Eni dan mas Endi berangkat ke Madura pukul 10.00 dari terminal bus Giwangan Yogyakarta dan memilih naik bus Eka. Harga tiketnya 80rb/orang dan dapet makan siang sekali, air minum, serta hiburan musik dangdut (full!) yang kerasnya kagak nahaaaaaannnn .

Tidak ada yg istimewa dari perjalanan ini, selain fakta bahwa sopirnya lumayan ngebut dan bikin busnya bergoyang-goyang dahsyat, yang akhirnya bikin saya pusing.

Di sepanjang perjalanan, ada anak lelaki kecil genduuuuutttt sekali, usia 4 tahun yang duduk di barisan depan saya bersama bpknya. Dia sering menengok ke belakang, memperhatikan saya dan mba Eni. Setelah dipikir2, anak ini caper. Setiap kali kami memberikan perhatian, dia akan makin "menjadi", mulai dari minta makan terus-terusan pada ibunya setelah kami bilang "kok makan terus sih.?"; menarik-narik tirai bus yang saya lembarkan untuk menutupi panas matahari, dan berujung pd kompetisi tarik tirai (krn konsepnya sama dg tarik tambang) antara kami berdua, dsb.

Selanjutnya, kami sampai di terminal Murabaya jam 19.00 dan langsung berlomba tarik koper nyari bus patas ke Madura. Pas sudah dapat, saya dan Mba Eni langsung masuk krn bus sudah mau berangkat, sedangkan mas Endi masih di luar, masukin koper2 dan tas2 ke bagasi bersama kondektur busnya. Busnya, lucky us, sudah hampir penuh, jadi tdk ada kursi yg memungkinkan kami utk duduk berjejer. Dengan kata lain, misahlah kami. Saya duduk di tengah jejer dengan seorang bapak2, mba Eni duduk di belakang diapit seorang ibu dan seorang bapak. Mas Endi duduk di belakang di kursi tambahan. Di situ, saya mencoba mengajak bicara bpk2 yg duduk di sebelah saya. Ya, selain berusaha untuk mencairkan suasana, saya ini kan ngga bs duduk diam!

Dari situ, bapak2 yg minta dipanggil 'kakak' saja ini berkata akan turun di Sumenep (juga) setelah saya (dengan salah) menyebut bahwa kami akan turun di Sumenep. Sebenarnya saya tdk yakin juga akan turun dimana, belum sempet bertanya pada mas Endi. Lalu dia menawari utk menjadi guide kami kalo mau jalan2 di Sumenep. Dia juga minta pin BB saya (dg serius), dan membuat saya sangaaaaatt awkward! Daaaaan tebak apa yg terjadi? Krn saya ini orang Jawa tulen yg sering ngerasa ngga enak (the feeling of pekewuh), saya ngga bs menolak permintaan yg face-to-face sperti itu! I know I know, I'm an idiot, right? Tapi, Allah baik! Dia ngijinin sinyal BB ndlap ndlup dan akhirnya request nya ngga sampe. Jd meski dia nanya2 terus, saya tinggal bilang, blm ada request masuk. Later on, ketika request nya sampe, saya reject wkwkwkwkwkwkkw.. ohhh,, baru kali ini merasa senang dan bersyukur dapat sinyal jelek!
Dan ada beberapa hal lain yang membuat saya scared alias ketakutan sendiri. Akhirnya saya sms (sinyal utk WA kan masih ngga nyaut tuh) mba Eni. Seketika, mas Endi pun dikirim utk "rescue" saya dari situasi tersebut dg cara duduk di kursi tambahan dekat saya. Pas sudah ada mas Endi, bpk2 itu tdk ikut ngobrol dg kami, pdhl sebelumnya meminta (jika tdk bs dibilang mendesak?) saya utk nanya ke teman saya tentang tujuan spesifik kami di Sumenep. Atau mungkin dia tdk ikut ngobrol krn tidur? Setelah beberapa pemberhentian, ada byk kursi yang kosong. Kami berdua pun pindah ke belakang dekat mba Eni. Yah, saya pamit juga ke bapaknya. Saya kan sopan! Ehmmmm.

Nah, selidik punya selidik, kami turun di Pamekasan! Wilayah sebelum Sumenep hahahaha. Untung saya salah sebut! Pas kami sampai dan mau keluar bus, asumsi saya, kami pasti ngelewati bapaknya lagi kan? Wong tujuan dia setelah kami, dan kursi dia di depaaaaan kami. Guess what was there? He wasnt there! Aneh nggak tuh? Ckckckkckc,, it freaked me out even more, apalagi setelah inget kalo dia blg turun di Sumenep setelah berasumsi kami turun di sana.

Oh well, puncak dari cerita yg menginspirasi judul di atas adalah: kami kehilangan satu koper! Iya, koper! Tepatnya koper mbak Eni. Bayangkan betapa merepotkannya kehilangan satu koper yang berisi baju-baju terbaik untuk perjalanan akademis (seminar) selama 5 hari. Tujuan utama sih sebenarnya Bangkok, tapi kami terbang dari Surabaya dan pengen menyempatkan main ke Madura dulu. Well, kembali ke kejadian di bus, kondekturnya bilang "Mungkin jatuh pas tadi bagasi sempat terbuka di pertigaan bla bla bla. Ngga mungkin diambil orang karena blm ada yg ambil barang di bagasi selain kami." Nah loe? Bpknya terlihat sangat tidak enak pada kami, dan kami meminta nomer hape bapaknya utk masalah ganti rugi kalo kopernya tdk ketemu.

Dan sampai saat saya menulis cerita ini, koper itu belum ketemu. Untungnya bpk kondektur itu punya iktikad baik utk ganti rugi. Sayangnya, bpknya tdk punya uang untuk mengganti. Klasik sih. Tapi saya bs memahami situasinya. Berapa banyak sih pendapatan seorang kondektur kalo masih harus tanggung jawab kerugian semacam itu? Mana perusahaan busnya nggak mau bantu. Ya kami jd ngga tega sama bapaknya. Sama keluarga bapaknya. Kasian mbak eni, kasian pak kondektur, kasian keluarga bapaknya, sialan perusahaan bus.

Dan. Ada apa dengan judul tsb? Iya, karena setelah segala hal tsb tjd, ada gugon tuhon yg tetiba kami ingat "dilarang bepergian atau pulang dari bepergian pd hari selasa, bisa sial." Nah loe?!
Ya selaku makhluk yg mengenyam bangku kuliah, kami ngga percaya. Apalagi jdwal kepulangan kami besok juga di hari selasa. Bs berabe kan kalo kami percaya. Huhuhuhu. Tapi alhamdulillah, perjalanan kami selanjutnya lancar dan kami selamat sampai pulang kembali :)

Saya Keren!

Ngambil pelajaran lagi ah. Jadi ceritanya, beberapa waktu yang lalu saya mudik (dari Sleman wilayah kampus ke Bantul haha). Pas sudah kembali ke kos, dan duduk di atas kasur, saya sempat merenungi apa yang saya temui di jalan. Saya nyalip seorang bapak yang naik sepeda modifikasi di sekitar mBakulan (somewhere di Jalan Parangtritis). Tapi bukan, bukan modifikasi untuk keren-keren-an melainkan modifikasi utk menyesuaikan dengan keadaan bapaknya. Iya, bapaknya tidak bisa ngayuh sepedanya dg kaki, jd dimodifikasilah sepedanya supaya bisa jalan dg kayuhan tangan kanannya, sembari tangan kirinya pegang stang. Pas lihat itu, aku lgsg mengepalkan tangan kiri (tangan kanan untuk nge-gas motor) ke atas dan berkata "Fighting!" Sembari dlm hati mendoakan biar bpknya selalu kuat, sehat, dan semangat. Aamiin.

Lalu, jadi keinget pas pulang ke mBantul yg lalu, aku lihat 1 org bpk dan 2 org ibu yg brjalan berurutan di trotoar dekat Gramedia. Bapaknya pegang tongkat, ibuknya yg tengah pegang pundak bapaknya, dan ibuknya yg belakang pegang pundak si ibuk yg tengah. Tapi bukan, bukan main ular naga panjangnya bukan kepalang. Iya, beliau bertiga diuji dg keadaan tuna netra. Seketika itu juga aku angkat tangan kiri serta mengatakan hal dan doa yg sama.

Nah, pas merenung sembari mengantuk ini, saya jd mikir, "org lain yg ngga kenal aja aku semangati, tp kenapa tesisku masih aja stuck di bab 2?? Seberapa susahnya sih sebenernya utk menyemangati diri sendiri yg sudah sangat dikenal selama 24 th 3 bulan 24 hari ini?"

Ckckkckckc Sepertinya aku belum menghayati ayat favoritku yg diulang2 di Q.S Ar Rahman. Iya, sekali lagi Fabbiayyi aala irobbikuma tukadzdziban.! Kalo sudah menghayati, pastilah ngga akan nyia-nyia-in waktu dan "kesempurnaan" yg udah dikasih Allah. Kembali sadar kalo aku masih 35% praktek, 50% teori, dan 15% nya absurd wkwkwkwkw #self-toyor

P.S. saat artikel ini dipublikasikan, saya sudah nunggu wisuda lho! Dan usia saya sekarang 24 tahun 8 bulan 5 hari hehe. Ujian tesis saya terselenggara tanggal 30 Mei 2014, saat usia saya 24 tahun 5 bulan 30 hari. Well, kurang lebih 2 bulan 6 harian sejak perenungan itu tadi. Saya keren, bukan? I know. And I'm so proud of myself hahahahaha! Dilarang muntah ya!

Epilog: Kado Terindah untuk Istriku

Assalamualaikum wr wb,
Sekarang saya mau share sedikit tentang buku oernikahan yang belum lama saya tamatkan. Judulnya "Kado Pernikahan untuk Istriku" tulisan Ust Fauzil Adhim yg merupakan hadiah dari teman dekat saya (thx so much ya, Atin. I learnt a lot from the book). Diangasih hadiah ini untuk ulang tahun saya (31 Desember), katanya sih biar saya cepet ketemu jodoh dan menikah! Haha. Dan tau apa? Dia baru sempet ngasih bukunya (karena lama nggak ketemu) bulan Februari 2014, dan itu tepat setelah seseorang melamar saya :) Masya Allah banget!

Well, saya nggak akan berpanjang lebar menceritakan isi bukunya. Tapi saya cuma akan share bagian epilog yang membuat saya benar-benar kagum dan terharu. Penggalan yang membuat saya merasa demikian adalah petikan dialog Rasullullah dg putrinya, Fatimatuz Zahra. Sebenarnya kisahnya sudah sering diulang-ulang, tp entah mengapa, waktu itu ada perasaan yang lain. Apa pengaruh dari judul bukunya? *dehem* Tentunya saya membaca sambil membayangkan jika kehidupan saya "sesederhana" hidup ummu kita ini.

Disebutkan Fatimah menangis krn kecapekan mengurus rumah tangganya sendiri, dari berjalan jauh mengambil air, menggiling biji2an dengan tangannya untuk membuat tepung, dan mengurus makan kuda. Ia minta pd ayahnya untuk mengatakan pada Ali, suaminya, untuk mencarikan pembantu. Rasullullah mengambil biji2annya lalu mengatakan pd alat gilingnya untuk bergerak sendiri dan alat itu bergerak. Dikatakan utk berhenti, lalu alatnya berhenti.

Ia pun berkata pd Fatimah (ini inti dari yg saya share) "Wahai Fatimah, jika Allah berkehendak untuk menjadikan alat ini bekerja sendiri, niscaya Dia akan lakukan. Tapi Dia tidak menghendaki itu karena Dia memberimu kesempatan untuk menambah catatan amal kebaikanmu. Setiap yang kau lakukan untuk suamimu, keluargamu, Allah tambahkan satu catatan kebaikan untukmu."

Pesan sederhana namun sarat makna. Selama ini saya sering bertanya "kenapa sih susah banget?" "Kenapa sih ngga ada cara yang simple?" "Kenapa sih mau dapat duit segitu saja harus kerja keras sedangkan yang lain dg enaknya dpt duit byk tanpa susah kerja?" "Kenapa sih birokrasi ngurus ini itu sulit?" Dan kenapa kenapa yg lain?

Jadi ternyata jawabannya apa? Krn Allah lagi ngasih kesempatan kita untuk menambah catatan kebaikan. Dengan satu syarat 'saja': dilakukan dg ikhlas. Iya. Satu 'saja' syaratnya. Tapi memang butuh seumur hidup untuk bs selalu belajar melengkapi satu syarat itu. Well, setidaknya untuk saya. Semoga Allah senantiasa mempermudah dan memberkahi langkah kita untuk selalu memperbaiki diri. Aamiin.

Jadi, cobek itu sodara saya?

Tulisan kali ini akan saya buat pendek saja. Karena saya cuma mau menuliskan sepenggal percakapan saya dengan mamak yang kejadian pas kami lagi masak Sop Ayam Kampuang. Percakapan sebenarnya terjadi dalam Bahasa Jawa, tapi langsung saya terjemahkan saja ke dalam Bahasa Indonesia, in case ada pembaca yang ngga paham Bahasa Jawa :)

Mamak "Nih bahan sambelnya dialusin"
Aku "Oke, tak manggil cobeknya dulu (tepuk tangan 3x) Lha ngga mau kesini kok."
Mamak "Buruan tho dialusin pake sodaramu."
Aku "eh?"
Mamak "Cobek kan bikinnya dari tanah tho, jadi sodaraan sama kamu."
Aku "?#!#*##@?"

Jadi saya tau kenapa saya seperti ini. Orang Inggris bilang, "Like mother like daughter." Ya kan?

Cilacap VS Purwokerto

Yey, share cerita lagi. Tapi kali ini kejadiannya sudah kejadian sekira 3 hari yang lalu *agak basi* tapi ngga apa-apa dong ya. Tetep seru! Check this out..

Ceritanya saya mau pergi silaturahim ke Kebumen. Tepatnya Kutowinangun (tempat sahabat dekaaaaat) dan Soka (rumah camer). Naiklah bus Efisiensi dari wilayah Gamping. FYI, ini kali pertama naik fi sendirian.
Sampe di Terminal Gamping, saya langsung pede parkir motor, clingak clinguk, tapi akhirnya tanya tukang parkir "Pak, pul Efisiensi dimana ya?" Dijawab "Oh bukan disini mbak, tapi masih kesana, ketemu pom bensin, setelah pom bensin kiri jalan. Ambar Ketawang." *plak* Malu dikit tapi akhirnya jadi tau yang dimaksud Pul Ambar Ketawang hahaha *selalu ada hikmah*

So, keluarlah dr terminal ini, dan naik motor pelan-pelan nyari pom bensin. Ketemu. Selanjutnya pul efinya, ketemu juga! Yay! Im so proud of myself *ehm*

Selanjutnya, beli tiket tujuan Kebumen. Dijawab sama mbk petugasnya "Ngga ada mbk, kami ngga lewat Kebumen."
Aku bingunglah. Orang jelas-jelas temenku kalo mudik Kebumen naik Efisiensi. "Kutowinangun, mbk?"
Mbknya "Nggak lewat mbk, kami lewat jalur selatan."
Aku panik sedikit, dan membatin 'Jalur selatan tu maksudnya apa?" seriously nggak paham.
Akhirnya telepon temenku itu dan dikasi tau utk turun di Ambal. Dan akhirnya berhasil dapat tiket! Yay! Tapi 70rb *nangis* I thought 40rb hiks..

Dikasih tau untuk ikut jurusan Cilacap Bus 6 dan skrg baru Bus 4. Oke fine. 2 bus lagi. Nunggu. Datang bus 5. Batinku 'satu lagi Ndum'. Trusssss halo2nya bilang bus 6 datang. Yay! Siap berangkatttt,, naiklah aku.. nyari kursi nomer 18. Ketemu! Duduk lah manis. Tapiiiiiii,, kok ada pasangan ibuk bapak yang bilang kalo kursi mereka nomer 17-18.

Lhaaa kok isoooo? Sampe kami nyocokin tiket.. ehmmm,, sebagai yg muda, ngalah dong.. Saya ke depan dan keluar, tanya sama petugasnya. "Mas kok kursi 18 double. Ada dua org yg dpt kursi 18?" (Nunjukkin tiket).
Dijawab "busny mbak bukan yg ini."
Aku "lhah? Bus 6 kan?"
Masnya "iya mbak, tapi ini bus 6 Purwokerto. Mbaknya bus 6 Cilacap." *garuk2aspal* Oke fine. Fixed - malu. Pengalaman pertama memang begitu menggoda, bukan?
Bukan, Ndum. Hahahaha

Bakpia oh Bakpia

I'm back! Akhirnya sempet juga ngurusin reset password. Maklum dah, saya kan (sok) sibuk sekali?!

Well, postingan kali ini akan mengawali kisah penulisan mengenai hal-hal konyol yang doyan banget terjadi dalam hidup saya.
Misalnya kejadian hari ini. Here goes the story.

Kemaren lusa niat membeli bakpia di dekat rumah sbg oleh-oleh untuk camer (ecieh!). Biasanya datang langsung dan beli sih tdk masalah. Tapi waktu itu, kok ya stok habis. Semua sudah dipesan. Maklum, arus balik lebaran, jadi orang-orang pada beli unyuk oleh-oleh juga.  Tapi beruntungnya, akhirnya saya dapet juga setelah pasang muka memelas ke budhe penjualnya. Yah, meskipun jumlahnya hanya setengah dari yg niatnya mau dibeli. Well, rejekinya segitu aja kali ya? Lumayan.

Lalu hari ini. Niat beli bakpia pesenan calon adek ipar di 145 Kusumanegara (Jalan Kusumanegara Yogyakarta) yg rasanya memang yahud aduhai sekali. Saya datang sampai di Kusumanegara jam 11.30 setelah menempuh perjalanan kurang lebih 40 menit dengan motor. Panas syekaliii. And guess what? Yernyata habis! Lucky me! Pesan ndak bisa. Ditanya kapan datang juga blm bs dipastikan krn blm ada kabar. Mau pindah merk lain tp sayang sama rasanya yg sudah cocok di lidah. Akhirnya, nunggu 15 menit sambil ngilangin panas, menenggak minuman dingin, dan becandaan sama bpk2 pegawai pen-staples-an kardus, trus akhirnya tanya sama beliau ttg cabang 145 yg lain. Dikasi tau ada di Gambiran, well sekitar 5 sampai 10 menit dg motor.

Singkatnya, berangkatlah saya kesana berbekal arahan yg dikasi bapaknya. Daaan ketemu! Tanpa nyasar! *so proud of myself* *haha!* Tapi emang nasib, sampai disana, bakpianya habis lagi *lemes* Langsung keluar dan memelas curhat sama tukang parkirnya "Bakpianya habis, Pak." *muka sendu*
Bapaknya jawab "Kusumanegaran, mbak!"
Aku "Tadi sudah dr sana, Pak."
Bpknya "Halah mbak, wong mobilnya barusan berangkat! Bawa 4 kret bakpia." *Dan seketika pengen pingsan*

Akhirnya, balik lagi ke Kusumanegaran dan Alhamdulillah dapet. Mringis sama bapak2 pen-staples kerdus dan beliau pun bilang "Kalo rejwki ngga kemana, mbak." Haha!
Yey! Jadi cerita hari ini bertajuk 'Nyetrika jalanan demi bakpia'