Jumat, 19 September 2014

Banku bocor. Bocor!

Pagi temans! How are you feeling this morning? Semoga selalu sehat dan sejahtera! aamiin. Well, sebenarnya saya lagi mau nulis pendahuluan untuk makalah yang terjadwal deadline minggu depan, tapi godaan untuk buka media sosial begitu besarnya hahaha.

Nah, tengok-tengok blog kok ternyata saya udah lama ngga nulis ya huhuhu. Saya jadi kepikiran tentang ban bocor yang saya alami beberapa hari yang lalu. Untungnya sih waktu itu cuma di rumah dan tetangga ada yang bisa nambal ban, jadi ngga begitu repot. Berbeda dengan kejadian ban bocor yang saya alami beberapa saat sebelumnya. Ehmm, mungkin tepatnya beberapa tahun yang lalu waktu saya masih tahun-tahun pertama kuliah S1! haha, udah lama banget!

Waktu itu, saya baru pulang dari kampus dan sudah sempet beli makan siang sama mampir ambil laundry yang banyaaaakk banget! Well, sedikit pencitraan ya, sebenernya saya ngga sering laundry kok. Kebetulan waktu itu lagi banyak agenda di kampus, terkait sama organisasi yang saya ikuti. Jadilah cucian numpuk dan ngga punya waktu hohoho *alesan*

Back to topic, saya inget banget kejadian waktu itu terjadi jam 12 siang, tepat ketika matahari bersinar dengan sangat teriknya. Untungnya si tambal ban juga ngga jauh. Saya dorong-dorong motor, dengan tas laundry segede gaban dan perut kosong. Errrr,, padahal 1 jam setelahnya, saya harus balik ke kampus untuk jaga stand pendaftaran acara lomba yang kami adakan. Belum makan, belum sholat, belum nambal ban. So, untuk menghemat waktu, saya bilang sama tukang tambal bannya kalo nambalnya ditinggal saja dan saya akan kembali 45 menit kemudian. Si mas tambal membolehkan dan berjalanlah saya meninggalkan TKP. Jarak antara tempat tambal dan kos sih sebenernya ngga begitu jauh kalo naik motor, cuma 1 km. Tapi karena saya ngga biasa jalan, perut lapar, panas terik, bawaan banyak, sukseslah saya ngos-ngosan dan lemes. Tapi Alhamdulillah ngga sampai pingsan hihihi.

Singkat cerita, saya ngaso sebentar, minum, makan, sholat, siap-siap kembali ke kampus dengan jalan kaki terlebih dahulu ke tempat tambal ban. 45 menit cukup lah untuk menyelesaikan tambalannya ya?
Tapiiii,, when I arrived at that place, the man had not finished fixing my tire! Errrrr,,
Aku "Lhoh, belum selesai tho mas?" (dengan nada kecewa)
Masnya "Kurang dua lagi mbak."
Aku "Hah? Lha emang bocor berapa?"
Masnya "8 lubang mbak."
Aku "%&Q%#^Q%#Q&#Q^#*^"

Well, aku tambah shocked dong. DELAPAN lubang cuy! DELAPAN. Kalo dtambah dua lubang lagi jadi sepuluh. Kalo tambah tiga, jadi sebelas! Haahahha,, malah berhitung. Dan aku pun feeling sorry for him juga karena harus membuatnya menambal sebanyak itu. Dan setelahnya aku menjadi jahat padanya dengan berkata "Ehmmm mas, kalo lubangnya 8, mending diganti ban baru aja." wkwkwkwkw,, ya gimana dong? Delapan gitu lho! Tapi saya lebihin kok bayarnya, jadi ngga jahat-jahat amat dong ya *another-excuse* Hahahaha. Sekian dan terima kasih.

Sabtu, 23 Agustus 2014

Kartu dan Satpam

Tadi sore, saya nganter mamak belanja kebutuhan sehari-hari yang menipis. Kebetulan banget pas lebaran kemarin dapat voucher belanja di Swalayan Purnama. Berangkatlah kami berdua selepas sholat ashar.

Sampai di swalayan tersebut, kami parkir motor terus lihat-lihat wilayah baju dulu. Niatnya sih mau mencarikan kebaya buat dipakai simbok pas hari spesial saya nanti. Eh ternyata tidak ada. Yang ada cuma kebaya anak-anak muda yang gaul gitu. Masak iya simbok yang sudah lebih 60 tahun disuruh pakai kebaya seperti itu? Ngga kebayang deh. So, akhirnya kami nyari-nyari sesuatu yang bisa kami pakai sendiri xixi. Saya dapat beberapa kerudung, mamak dapat celana, beberapa kerudung, dan beberapa leggings. Not bad. Dan mbaknya membungkus belanjaan kami dalam dua plastik. Terdengar banyak ya karena jadi dua plastik? Padahal nggak kok, I swear!

Selanjutnya, kami pergi ke bagian kebutuhan harian. Pas mamak ambil keranjang belanja, saya nitipin tas-tas plastik tersebut di penitipan barang biar belanjanya nggak rempong. Setelah itu, saya juga ambil keranjang belanja sendiri dong :D Pas belanja tadi, kami bagi tugas supaya cepat selesai dan bisa segera pulang. Sudah sore banget soalnya. Sabun mandi, sabun cuci piring, detergen, odol, shampo, minyak, pembalut, kapas, tisu, masker, lulur, saput bedak, cemilan, citrid acid, de el el de es be sudah masuk di kedua keranjang kami. Selanjutnya, ngantri bayar. Well, ngga begitu antri sih alhamdulillah :)

Nah pas tiba giliran kami bayar, kami langsung naruh dua keranjang di depan mbak kasirnya. Dan untuk hemat waktu, saya pergi sebentar untuk ambil titipan barang. Eh ternyata petugasnya tidak ada; yang ada cuma satpam. Trus saya serahkan kartu yang tadi ada di saku rok ke satpam tersebut. Bapaknya terlihat agak bingung juga. Tapi untungnya saya ingat wujud barang titipan saya. Trus diambilin deh. Setelah bilang "Makasih ya, Pak," saya langsung pergi dan kembali ke bagian kasir. Tapi ternyata ngitungnya belum selesai. Errrrr.

Tidak lama kemudian, saya melihat si bapak satpam tadi berjalan ke arah kami. Terus saya lihat arah penitipan barang. Ternyata si mbak petugas sudah datang, jadi kupikir si satpam bebas tugas dari sana dan bisa membantu mbak kasir packing belanjaan kami ke kardus trus bisa cepat kelar deh. Dan apa? I thought I was right ketika pak satpam mendatangi kami. However, si bapak kok tidak berhenti di samping kerdus *saya kecewa* melainkan di samping saya *eh?* Bapaknya bilang, "Mbak, ini kartu parkir." (Sambil menunjukkan kartu yang tadi saya serahkan untuk ambil barang). *nguk*
Saya "Eh, iya ya Pak? Aduh maaf, jarang belanja disini." (Sambil merogoh saku menahan malu di depan pengantri kasir) "Ini Pak kartu titipannya. Maaf ya." Dan si bapak pun balik badan meninggalkan tempat kejadian memalukan dengan senyum mengejeknya Wkwkwkwkwk

Begitulah, teman-teman. Seharian tadi saya habiskan waktu di rumah, tapi sekalinya pergi ke luar meski cuma sebentar, adaaaa saja kejadian yang 'berkesan.' :p

Jumat, 22 Agustus 2014

Kegalauan ini ternyata tidak nyata!

Well, tulisan yang mau saya tulis ini mungkin sudah diketahui oleh beberapa teman yang sering berinteraksi sama saya. Tapi tak apalah. Tujuannya kan biar yang tau kisah saya semakin banyak. Biar makin terkenal gitu. Siapa tau nanti berguna kalo ada program Endang for RI1 2019 haha! *devil*

Anyway, here goes the story which happened in Ramadhan several years ago. Waktu itu saya dan teman saya JJS a.k.a jalan-jalan sore di Malioboro Mall. FYI, waktu itu saya masih muda ya, jadi ala-ala anak gaul gitu kan, ngabuburitnya di mall. Ehmm, untuk ukuran zaman itu, hal tersebut tetep masuk kategori gaul meskipun ngga kena sindrom cabe-cabean. Ya gimana, zaman segitu mah sindrom itu belum muncul! *irrelevant*

Back to topic, waktu kami masuk Malioboro Mall, niatnya sih kami mau cuci mata lihat sepatu dan baju, eh tapi malah justru dengar suara anak kecil nangis. Errrrr. Tapi bukaaaan, bukan hantu! Suara itu ada sumbernya kok. Ada seorang anak kecil bule, berdiri sendirian dan nangis. Usianya mungkin 5 tahunan? Well, orang-orang di sekitar cuma ngelihatin aja sambil lewat. Mungkin mau nyapa tapi terkendala bahasa kali ya?  Mungkin lho yaaaa.

Nah, kami observasi dulu nih, apakah di sekitarnya ada tampang-tampang bule yang mungkin jadi bapak emaknya. Ternyata nihil. Ish ish ish. Jadilah saya merasa memiliki tanggung jawab moral selaku mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Inggris untuk mencoba mengajak komunikasi. Who knows kalo si anak ini adalah native English kan. So, saya membuat keputusan untuk kabur! Iya! Saya melarikan diri dari tempat sepatu dan pindah ke arah anak itu. Hehehe. Keren kan? I know. Im also so proud of myself *ehm*

I came closer to him and asked, "Hey whats up? Why are you crying?" Dan terima kasih Allah, he spoke English!
Him "I lost my mom." (Sobbing)
Dan I swear, saya melihat secercah harapan terpancar dari matanya sesaat setelah saya ajak bicara *terharu*
Me "Oh Im sorry. *muka prihatin* Ehmm, dont worry though. Just stay here and I'll contact the security. Okay?"
Dia mengangguk, trus saya cari satpam deh.

Satpam ngasih saran untuk pergi ke bagian informasi. Trus disana, saya bikin pengumuman dalam dua bahasa yang intinya ada anak bule yang ilang dari ibuknya dan sekarang lagi sama saya. Yang merasa kehilangan, silakan datang di Jco Malioboro Mall. Nah setelah itu, kami ngajakin si bule kecil, saya ngga inget namanya hiks, ke Jco.

Setelah pilih-pilih donat, dia makan, kami perhatiin aja karena belum buka puasa. Perut saya (dan teman saya juga kayaknya) sedikit berontak, tapi kami baik-baik saja. Kami rapopo! Sampai akhirnya ada ibuk bule yang datang sambil menangis dan langsung memeluk anaknya itu. Awww, so touching. Trus akhirnya kami ngobrol sebentar dan kami pamitan karena mau nyari makan buat buka puasa kan. Nah, pas kami mau pergi itu, si ibuk bule bilang "Wait a second. I have something." Trus dia ambil sesuatu dari tasnya. Dan apakah teman-teman memikirkan hal yang sama dengan yang saya pikirkan waktu itu? Yes yes. She was about to give me money! Awww, so sweet! Hahahaa..

Tapi guess what, saya jadi galau. Lha gimana? Dari SD sampe SMA saya dapet pelajaran PPKN yang intinya kalo bantuin orang itu jangan pamrih, jangan mengharap imbalan. Jadi gimana dong? Kalo diambil, takut menciderai prinsip PPKN itu *tsaaahhh* Kalau nggak diambil ya sayang. Bisa buat beli baju baru pas lebaran. *eh*

Dan apakah kalian tau apa yang terjadi setelahnya? Well, pretty sad. Sebelum saya sempat memutuskan apakah menerima atau menolak, saya pun terbangun. Sekian.

Mau minum apa, Mbak?

Rabu malam yang lalu, saya dan teman saya, mbak Tatik, kencan berdua. Well, sebenarnya cuma keluar cari makan saja sih. Kami mau mencicipi Mie Lethek di Ringroad utara. Selain itu, saya kan juga lagi ikut kompetisi ide bisnis, dan kebetulan idenya ada kemiripan sama Mie Lethek ini. Jadi, sekalian observasi "threat" gitu xoxo.

Singkat cerita, kami sampai di lokasi resto setelah terjebak macet lumayan panjang di Jalan Gejayan dan kesasar sejauh 100 meter (kesasar is my middle name, by the way :p). Sewaktu datang, kami memperhatikan beberapa hal: semua pelayannya adalah bapak-bapak usia setengah baya dan memakai blangkon, pembelinya menengah ke atas krn ada banyak mobil, dan harga menunya juga ngga begitu masuk kategori makanan harian kami xixi.

Saya memilih menu plecing godog dan mbak Tatik memilih mie godog. Untuk minumnya, mbak Tatik memilih wedang jahe karena dia kedinginan. Sementara saya? Masih mikir-mikir sembari tanya ke bapak berblangkon "Wedang jahenya ini panas ya, Pak?"
Bapaknya "Iya mbak. Biar anget."
Saya "Nggak bisa gitu dikasih es?"
Bapaknya "Cuma panas aja e mbak."
Saya "Kalo wedang uwuh, itu yang banyak daun-daun kering yang dari Imogiri itu kan? Sama?"
Bapaknya "Iya mbak. Sama. Panas juga."
Saya "Kalo wedang secang, pak?"
Bapaknya "Itu warnanya merah mbak."
Saya "Oh ini dibuat dari daun secang itu kah? Kayak pernah dengar."
Bapaknya "Betul sekali mbak."
Saya "Ehmmm, kalo gitu saya pesan es jeruk pak!"
Bapaknya "*&??":$^$&$!"

Sabtu, 16 Agustus 2014

Cerita Wisudaku: Part 2

Yap. Seperti yang sudah saya katakan pada Cerita Wisudaku: Part 1, saya akan menuliskan kelanjutan kisah wisuda saya di tulisan lain. And here it is! Sembari menyela kegiatan menyapu pagi, wkwkkw. Saya pikir saya terkena gangguan nomophobia (i.e. tidakbisa lepas dari gadget) ckckckc.

Kisah yg ini akan menjadi sedih dan miris, tidak seperti Part 1 yang, well, terdengar konyol. Jadi ceritanya pas acara wisuda di GSP sudah selesai, saya sms mamak untuk bertanya lokasi mereka (bapak mamak) ada dimana. Dan mamak langsung telp. As always, sms dibalas telpon. Kelihatan kan mana yang sudah sukses dan mana yang masih prihatin wkwkwkw :p Mamak bilang ada di selatan tenda penukaran snack. So, cus saya kesana dan ketemu! Mamak pakai kebaya putih kombinasi hijau kekuningan dan bapak pakai batik ungu (yang dulu saya belikan, pakai voucher dari bank wkwkwk). Semacam terdengar tidak matching ya? Emang! Tapi tak apa. They still looked great together!

When I came to them, I saw mom was crying. Touched by graduation? I dont think so, karena wisuda kali ini tanpa prestasi. Ternyata apa? Mamak baru dapat telpon dari pakde tertua kedua dari bapak kalo pakde tertua pertama dari bapak baru saja meninggal. Deg. Innalilahi wa inna ilaihi rojiun. FYI, pakde memang sudah lama opname di Rumah Sakit. Semoga Allah mengampuni segala dosanya dan menerima segala amal kebaikannya. Aamiin. Tolong kirim Al Fatehah ya, temans. Terima kasih :)

Well, sempet bingung juga harus gimana. Happy and sad at the same time. Akhirnya kami memutuskan untuk tidak melanjutkan acara wisudanya. Maksud saya, bapak dan mamak pulang, dan tidak ikut wisuda fakultas. Tapi kami masih menyempatkan foto bareng dulu. Yap. Foto di salah satu stand yang ada di depan GSP.

Mbak-mbaknya menawarkan harga 150rb untuk 3 foto. Nawarlah si bapak. FYI, bapak has better skill in bargaining than mamak does. Terjemahannya adalah: bapak lebih ngeyel dan keukeuh daripada mamak :p. Setelah penawaran alot karena mbaknya bilang "Semua harganya sama, Pak. Bisa dicek," akhirnya kami berhasil mendapatkan haga 125rb untuk 4 foto. dan mbaknya berbisik, "Tapi jangan bilang2 sama temen2 lainnya ya, mbak?" Sounds cool, huh? Well, not bad. Pelajaran pertama: jangan langsung manut pada penyedia jasa, perjuangkan hak kalian untuk dapat harga terbaik! Selanjutnya, kami dijepret jepret jepret jepret (4x kan tuh? Heheh). Eh tapi sakjane dijepretnya 8 kali ding, karena setiap pose selalu dijepret ulang dengan tablet saya hoho.

Setelah itu, bapak mamak pulang dan saya antar sampai parkiran karena memang jalannya searah dg jalan ke fakultas. Selanjutnya? I was left alone. Sedih :( Lalu saya lihat ada Siti, one of my best bullying friend, bersama bapak ibuknya yang juga jalan menuju fakultas. Refleks, saya kejar mereka dan mengatakan pada ibuknya "Buk, saya diadopsi sementara ya? Bapak mamak saya barusan pulang karena pakde meninggal. Huhuhu." Dan well, they (reluctantly?) accepted me as a temporary adopted child hehhe.

Trus saya tanya apakah mereka sudah foto. Siti bilang sudah. Saya tanya lagi dapat harga berapa. Dia bilang dapat harga 100rb untuk 4 jepretan. Nguk! Pelajaran nomer 2: jangan kepedean dan menganggap penawaranmu adalah yang terbaik! Errrrr.

Sampai di fakultas, kami sempat foto-foto dengan beberapa teman yang menyempatkan datang untuk sekedar mengucapkan selamat. Selanjutnya, acara di fakultas dimulai dan kami harus melepas toga. Lepas lepas lepas. Tapi saya ngga punya plastik untuk membawa toga dan tetek bengeknya serta ijazah, sehingga saya pun menyamperi petugas catering untuk minta plastik. Setelah itu, saya dan teman-teman masuk dan diminta untuk duduk di depan. Saya perhatikan mereka, tidak ada satupun yang membawa tentengan plastik besar seperti saya. Betapa tidak, keluarganya pastilah sudah membawakan semua itu untuk mereka. Sementara saya? Sedih banget :( Akhirnya saya titipkan tas plastik besar itu ke suami mbak Novi, salah satu teman wisuda saya *nangis* Thank you suaminya mbak Novi :)

Kemirisan belum berakhir sampai disitu, teman. Setelah acara selesai, saya dibingungkan dengan pertanyaan "Kamu mau pulang naik apa, Ndum?" Secara tadi pagi kan datangnya naik taksi dan niatnya pulangnya dianter bapak mamak sampai kos. Well, (calon) adek ipar saya, Lupi, did come and brought me a bunch of flower. Thank you, honey :* Dia juga nunggu sampai acara di fakultas selesai (entah so sweet atau karena pengen makan es krim? *peace*), tapiiiii dia datang membawa sepeda saja, teman! Iya, sepeda! Kenapa? Karena dia sedang diet (niatnya?). Duh. Akhirnya, saya minta tolong Siti untuk nganterin. Dan thank Allah, dia mau. Thanks a lot, Siti! :*

Sekian kisah wisuda saya yang "berkesan" ini. Terima kasih sudah membaca dan bersimpati haha.

Cerita Wisudaku: Part 1

Wisudaku yang kedua, yaitu pada level pascasarjana, dilaksanakan tanggal 14 Agustus 2014 di Grha Sabha Pramana UGM. Nah, persiapan wisuda kali ini tidak serempong waktu wisuda sarjana dulu. Entah kenapa, perasaannya biasa saja. Apa karena tidak cumlaude? Atau karena tidak disuruh pidato? Wkwkwk,, entahlah.

So, persiapan wisuda kali ini semuanya dilakukan serba apa adanya dan tidak begitu well-planned. Tapi alhamdulillah sempet juga bikin satu long dress, yang harus bolak/balik divermak karena tidak sesuai harapan. Yang aku suka dari dress nya adalah lingkaran bawah roknya sangat lebar namun kainnya tetap jatuh. Suka dengan jatuhnya. Tapiiiii,, pas gladi resik wisudanya, saya baru ngeh kalo pas dipanggil untuk ngambil ijazah dari tangan pak Dekan itu ada adegan naik tangga dan kemudian turun lagi. Seketika itu juga, saya jadi kena serangan parno -parno kalo kesrimpet atau kesandung dan jatuh di depan para akademisi. Kan bisa malu tujuh turunan kalo sampe itu terjadi! Akhirnya rencana antisipasinya adalah dengan "mencincingkan" (mengangkat) roknya.

Saat hari H, saya berangkat bersama dua sahabat saya, Siska dan Dewi, naik taksi dari salon. Kami sampai di GSP pukul 6 lebih, disuruhnya sih pukul 6, tapi ternyata masuknya pukul 7 lebih errrrr. Padahal saya sudah bangun dan mandi dari jam 3 demi supaya tidak telat! Minum susu pun tak sempat *nangis*

Well, kami semua sudah berada di dalam gedung pada pukul 7.30. Acara dimulai pukul 8 tet. Nothing special disini. Saya dan teman-teman malah ngobrol satu sama lain dan selfie-selfie gitu. Sampai akhirnya, tiba saat giliran fakultas kami dipanggil untuk mengambil ijazah. Dalam hati mulai deg-deg-an dan berdoa "Ya Allah, lancarkan lancarkan. Izinkan saya untuk tidak mempermalukan diri sendiri. Izinkan saya untuk tidak kesrimpet. Aamiin." Akhirnya, Endang Setyowati dipanggil. Jalan pelan-pelan naik tangga panggung, sambil mencincingkan rok lebar saya. Salaman sama pak dekan. Senyum kaku. Jalan pelan-pelan turun tangga sambil kembali mencincingkan rok. Daaaaaannnnnn apa yang terjadi?? Saya tiba kembali di kursi duduk nomer 18 dengan selamat! Yey! Hahahahaha.. jadi Alhamdulillah yang pertama kali saya ucapkan adalah krn Allah tidak membiarkan saya kesrimpet dan jatuh :p Legaaaaaa. Saya berhasil menjaga nama baik diri sendiri, keluarga, dan jurusan :D

Selanjutnya, ada kisah sedih yang terjadi sebelum acara berlanjut di fakultas. Tapi saya tulis nanti di posting lain saja. Supaya tidak kepanjangan disini. See you later!

Selasa, 12 Agustus 2014

Aku Dapat Bunga! Tapiiii,,

Pagi-pagi sudah cantik dan wangi, dan sudah ada di dalam Grha Sabha Pramana (GSP) UGM untuk gladi bersih wisuda. Yey! Saya mau wisuda, ikut yang periode 14 Agustus 2014.

Nah, karena suasananya tentang wisuda, saya jadi inget sebuah kejadian pas wisuda S1, sekitar 3 tahun yang lalu (27 September 2011 kalo tidak salah).

Waktu itu, saya berangkatnya diantar teman dari kos dan orangtua saya berangkat dari rumah. Kami janjian untuk ketemuan di stand foto *ehem* mantan saya dulu. Jam 6.30 saya sudah datang. Foto-foto dulu. Gratis. Sepuasnya haha! Nah, ngga lama setelah itu, orangtua saya datang. Pertama saya lihat mamak, yang datang dengan kebaya kuning cantik, dengan make-up harian (seperti saat pergi ke kantor). Mamak datang membawa bunga, dengan mata berkaca-kaca (huhuhu, pagi-pagi udah terharu), dan berkata "Anakku endi anakku endi?" Trus saya jadi pengen nangis waktu itu, tapi saya becandain aja. Lha gimana, bisa-bisa muka cantik saya (karena make-up) jadi luntur! Kan ngga asoy geboy! Saya bilang "Halah, isuk-isuk kok mpun nangis. Nangis ki mangke pas kulo pidato. Huu."

Mamak jadi ketawa setelah itu. Trus dia ngasih bunga ke saya. Saya kaget juga. Kok tumben ada bunga segala. Romantis amat? Saya tanya deh "Lhah, kok tumben kembang-kembangan barang?"
Mamak jawab, "Iyo, mau ki tak pikir diwei gratis, jebule mbayar! Wes kebacut."

Tepokjidatdulu!